Sejarah Daerah Istimewa Surakarta

Sejarah Daerah Istimewa Surakarta - Hallo sahabat moormiir, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Sejarah Daerah Istimewa Surakarta, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Knowledge and Information, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Sejarah Daerah Istimewa Surakarta
link : Sejarah Daerah Istimewa Surakarta

Baca juga


Sejarah Daerah Istimewa Surakarta

"Van Solo begin de vyctory !"
dr. Soetomo

Tahukah Anda bahwa Solo merupakan kota pergerakan dan Keraton Surakarta-lah yang menggerakkannya ? Banyak yang skeptis akan peran Solo (juga Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran) dalam mewujudkan kemerdekaan NKRI maupun dalam mempertahankannya. Bahkan, masyarakat Solo sendiri pun kebanyakan kurang tahu sejarah kotanya sendiri dan terkadang ikut- ikutan meremehkan peran perjuangan para raja dan bangsawan Surakarta.
.

Memang, pada awal mula berdirinya Kasunanan Surakarta pada tahun 1745, raja saat itu, Sunan Pakubuwono II, adalah raja yang sangat "manut" dengan VOC (Belanda). Bahkan sebelum kematiannya, ia sempat menyerahkan kedaulatan Kesultanan Mataram beserta seluruh pecahannya kepada Belanda. Penggantinya, Sunan Pakubuwono III, memiliki sifat yang sama pula. Ia adalah raja yang sangat mudah dimanfaatkan oleh Belanda. Seluruh kebijakan Belanda saat itu ia jalankan tanpa protes. Akibatnya, banyak pejabat keraton yang tidak setuju terhadap loyalitasnya dengan Belanda saat itu. Namun, sesudah ia wafat, keadaan berbalik. Putra penggantinya, Sunan Pakubuwono IV, adalah raja yang sangat cakap dan pemberani. Seluruh kebijakan Belanda yang tak sejalan dengan programnya, selalu ia tolak mentah-mentah. Wajar saja, hal itu menyebabkan ketegangan di lingkungan keraton saat itu.
.
Surakarta dan Mangkunegaran tidak pro Belanda dan juga mendukung terwujudnya NKRI sama halnya dengan Yogyakarta dan Pakualaman, juga kerajaan-kerajaan lain di Nusantara saat itu. Tanggal 10 Juli 1946 (Surakarta yang masih berbentuk DIS, masih dipimpin Susuhunan dan Mangkunegara) diadakan rapat besar di Stadion Sriwedari Surakarta, tak kurang dari 100.000 orang dari berbagai kalangan, buruh, tani, tentara, dan rakyat umum berkumpul untuk memperbaharui jiwa revolusinya dan berjuang atas dasar persatuan segenap lapisan dan golongan masyarakat. Mereka menyatakan setia, taat, dan patuh pada Presiden Sukarno (Maj Pantja Raya, 1 Agustus 1946).

Kalau Surakarta pro Belanda, buat apa 100.000 rakyat berkumpul di stadion milik Keraton Surakarta itu ?



Sunan Pakubuwono XII
Sejarah bagi yang kalah memang selalu ditutup-tutupi. Di awal-awal bulan Republik Indonesia berdiri, Surakarta memang pernah diakui menjadi daerah istimewa. Menurut sejarawan Prof. Dr. Djoko Suryo dalam perbincangan dengan detik.com, status itu melekat sejak sekitar September-Oktober 1945. Sebelumnya, Pakubuwono XII dan Mangkunegara VIII mengeluarkan maklumat 1 September 1945 (lebih dulu dari maklumat Hamengkubuwono IX dan Pakualam VIII yang menjadi dasar terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta) yang isinya antara lain menyatakan, Kasunanan Surakarta Hadiningrat  dan Praja Mangkunegaran yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia. 
.
Tapi kemudian dalam perjalanan sejarah, ada yang membedakan nasib Surakarta dan Yogyakarta, terjadi peristiwa, yakni terjadi gerakan-gerakan revolusi sosial yang merupakan gerakan antiswapraja (antifeodalisme). Gerakan antiswapraja itu muncul pada sekitar Oktober 1945 hingga Maret 1946. Gerakan serupa juga muncul di Sumatera Utara dan daerah pesisir pantai utara yakni Brebes, Tegal dan Pemalang. Gerakan swapraja di Sumatera Utara bahkan juga meruntuhkan kekuasaan para raja dan sultan Melayu di Pantai Timur Sumatera (Deli, Asahan, Langkat). Tujuan gerakan ini adalah penghapusan DIS, serta pencopotan Mangkunegara dan Susuhunan. Motif lain dari gerakan ini adalah perampasan tanah-tanah pertanian yang dikuasai Mangkunegara dan Susuhunan untuk dibagi-bagikan sesuai dengan kegiatan landreform oleh golongan sosialis.
.
Kelompok itu bahkan menculik dan membunuh Pepatih Dalem Kasunanan KRMH Sosrodiningrat. Orang-orang yang pro terhadap gerakan antiswapraja kemudian menduduki posisi bupati. Pada Maret 1946, Pepatih Dalem yang baru yakni KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh. Pada bulan berikutnya, pejabat Kepatihan mengalami hal yang sama. Saat itu Surakarta menjadi kacau. Kala itu, yakni pada Januari 1946, Yogyakarta menjadi ibukota Republik Indonesia.


Tan Malaka

Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan, maka untuk sementara waktu Pemerintah RI membekukan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Kasunanan dan Mangkunegaran dan daerah Surakarta yang bersifat istimewa sebagai karesidenan sebelum bentuk dan susunannya ditetapkan undang-undang. Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara hanya menjadi simbol di masyarakat serta sebagai warga negara Republik Indonesia dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa. 
  .
'Kecelakaan' lah yang membuat Surakarta kehilangan status istimewanya. Di Yogyakarta, yang juga menyatakan bergabung dengan NKRI, gerakan antiswapraja tidak ada. Situasi di Yogyakarta cenderung kondusif lantaran tidak ada syakwasangka atau prejudice terhadap Sultan dan Pakualam. Kala itu Sunan di Surakarta masih muda (Pakubuwono XII masih berusia sekitar 20-an tahun) sehingga tidak sesigap Hamengkubuwono IX di Yogyakarta di awal-awal bergabungnya dengan Republik ini. Sehingga muncul ketidakpuasan dari gerakan antiswapraja.

Napak tilas ke belakang. Betapa hebatnya para raja-raja Surakarta dan Mangkunegaran terdahulu, yang benar-benar gigih melawan penjajah Belanda. 


Sunan Pakubuwono IV
 .
Sebut saja Pakubuwono IV. Pengganti Pakubuwono III ini sangat berbeda dengan ayahnya dan raja sebelumnya. Ia merupakan raja yang cakap dan sangat anti dengan penjajah asing.  Pakubuwono IV adalah raja yang penuh cita-cita dan keberanian, berbeda dengan ayahnya yang kurang cakap. Ia merupakan seorang muslim yang taat dan mengangkat para tokoh dari golongan agama dalam pemerintahan. Hal ini tentu saja ditentang para pejabat abangan (kejawen) yang sudah mapan di istana. Para ulama tersebut mendukung Pakubuwono IV untuk bebas dari VOC dan menjadikan Surakarta sebagai negeri paling utama di Jawa, mengalahkan Yogyakarta. Walaupun pada akhirnya, ia mengubur dalam ambisinya setelah dikalahkan oleh koalisi antara Belanda, Yogyakarta, dan Mangkunegaran dalam Peristiwa Pakepung.

Nama besar lainnya adalah pahlawan nasional, Pakubuwono VI. Beliau adalah pendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, yang memberontak terhadap Kesultanan Yogyakarta dan pemerintah Belanda sejak tahun 1825. Namun, sebagai seorang raja yang terikat perjanjian dengan Belanda, Pakubuwono VI berusaha menutupi persekutuannya itu.

Penulis naskah-naskah babad waktu itu sering menutupi pertemuan rahasia Pakubuwono VI dengan Pangeran Diponegoro menggunakan bahasa simbolis. Misalnya, Pakubuwono VI dikisahkan pergi bertapa ke Gunung Merbabu atau bertapa di Hutan Krendawahana. Padahal sebenarnya, ia pergi menemui Pangeran Diponegoro secara diam-diam. Pangeran Diponegoro juga pernah menyusup ke dalam Keraton Surakarta untuk berunding dengan Pakubuwono VI seputar sikap Mangkunegaran dan Madura. Ketika Belanda tiba, mereka pura-pura bertikai dan saling menyerang
  .
Sunan Pakubuwono VI
  .
Konon, kereta Pangeran Diponegoro tertinggal dan segera ditanam di dalam keraton oleh Pakubuwono VI. Dalam perang melawan Pangeran Diponegoro, Pakubuwono VI menjalankan aksi ganda. Di samping memberikan bantuan dan dukungan, ia juga mengirim pasukan untuk pura-pura membantu Belanda. Pujangga besar R. Ng. Ronggowarsito mengaku semasa muda dirinya pernah ikut serta dalam pasukan sandiwara tersebut.
.
Belanda akhirnya berhasil menangkap Pangeran Diponegoro pada tanggal 28 Maret 1830. Sasaran berikutnya ialah Pakubuwono VI. Kecurigaan Belanda dilatarbelakangi oleh penolakan Pakubuwono VI atas penyerahan beberapa wilayah Surakarta kepada Belanda. Belanda berusaha mencari bukti untuk menangkap Pakubuwono VI. Juru tulis keraton yang bernama Mas Pajangswara (ayah Ronggowarsito) ditangkap untuk dimintai keterangan. Sebagai anggota keluarga Yasadipura yang anti Belanda, Pajangswara menolak membocorkan hubungan rahasia Pakubuwono VI dengan Pangeran Diponegoro. Ia akhirnya mati setelah disiksa secara kejam. Konon jenazahnya ditemukan penduduk di sekitar Luar Batang. 
  .
Dan, Belanda tetap saja menangkap Pakubuwono VI dan membuangnya ke Ambon pada tanggal 8 Juni 1830. Pada tahun 1957 jasad Pakubuwono VI dipindahkan dari Ambon ke Astana Imogiri, yaitu kompleks pemakaman keluarga raja keturunan Mataram. Pada saat makamnya digali, ditemukan bukti bahwa tengkorak Pakubuwono VI berlubang di bagian dahi. Menurut analisis Jend. GPH. Jatikusumo (putra Pakubuwono X), lubang tersebut seukuran peluru senapan Baker Riffle. Ditinjau dari letak lubang, Pakubuwono VI jelas bukan mati karena bunuh diri, apalagi kecelakaan saat berpesiar. Raja Surakarta yang anti penjajahan ini diperkirakan mati dibunuh dengan cara ditembak pada bagian dahi.
  .
Sunan Pakubuwono IX
  .
Lalu, ada Pakubuwono IX. Putra dari Pakubuwono VI ini juga terkenal sangat membenci Belanda. Karya sindirannya yang terkenal antara lain Tari Serimpi Sangupati (sebenarnya ciptaan Pakubuwono IV). Ketika Pakubuwono IX memerintah kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1861-1893, beliau berkenaan merubah nama Sangapati menjadi Sangupati.  Hal ini dilakukan berkaitan dengan suatu peristiwa yang terjadi di masa pemerintahan beliau yaitu pemerintah Belanda memaksa kepada Pakubuwono IX agar mau menyerahkan tanah pesisir pulau Jawa kepada Belanda. Perjanjian antara Kasunanan Surakarta dengan pihak Belanda tersebut yang terjadi sekitar tahun 1870-an. Disaat pertemuan perundingan masalah tersebut Pakubuwono IX menjamu para tamu Belanda dengan pertunjukan tarian Serimpi Sangupati. Sesungguhnya sajian tarian serimpi tersebut tidak hanya dijadikan sebagai sebuah hiburan semata, akan tetapi sesungguhnya sajian tersebut dimaksudkan sebagai bekal bagi kematian Belanda, karena kata sangupati itu berarti bekal untuk mati. Oleh sebab itu pistol-pistol yang dipakai untuk menari sesungguhnya diisi dengan peluru yang sebenarnya. Ini dimaksudkan apabila kegagalan, maka para penaripun telah siap mengorbankan jiwanya. Maka ini tampak jelas dalam pemakaian “sampir” warna putih yang berarti kesucian dan ketulusan. Pakubuwono IX terkenal sebagai raja amat berani dalam menentang pemerintahan Belanda sebagai penguasa wilayah Indonesia ketika itu. 


Sunan Pakubuwono X dan permaisuri
 .
Lalu ada Pakubuwono X, yang juga dinobatkan sebagai pahlawan nasional.  Meskipun berada dalam tekanan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda, Pakubuwono X memberikan kebebasan berorganisasi dan penerbitan media massa. Ia mendukung pendirian organisasi Sarekat Dagang Islam, salah satu organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia. Kongres Bahasa Indonesia I di Surakarta (1938) diadakan pada masa pemerintahannya. Infrastruktur moderen kota Surakarta banyak dibangun pada masa pemerintahannya, seperti bangunan Pasar Gede Harjonagoro, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Solo Kota (Sangkrah), Stadion Sriwedari, Kebun Binatang Jurug, jembatan Jurug yang melintasi Bengawan Solo di timur kota, Taman Balekambang, gapura-gapura di batas Kota Surakarta, rumah pemotongan hewan ternak di Jagalan, rumah singgah bagi tunawisma, dan rumah perabuan (pembakaran jenazah) bagi warga Tionghoa.

Budi Utomo moncer di Solo berkat peran raja bertubuh tambun itu. Beliau dalam setiap lawatannya di berbagai daerah selalu mempropaganda masyarakat agar mendukung Budi Utomo. Hasilnya, tahun 1920 Budi Utomo berubah radikal, dan bahkan selang setahun kemudian melakukan aksi otonomi. Meski Pakubuwono X di mata Belanda masih seperti "anak kecil" yang kerjanya berpesta, suka menghambur-hamburkan uang, namun di mata kawulanya, ia tetap "kaisar Jawa". Sepanjang jalan yang dia lalui manakala melawat, dibanjiri rakyat dari berbagai pelosok untuk ngalap berkah dalem. Itu mencerminkan betapa besar wibawa raja yang berhasil dibangun Pakubuwono X melalui kunjungan.


Di kota-kota tujuan lawatannya, diadakan pasar malam dan pertunjukan upacara keraton. Di situ Pakubuwono X menyebar udik-udik (uang) agar rakyat gembira dan kian patuh pada perintahnya. Ada pelarangan kawin antara bupati dengan puteri keraton oleh Belanda, Pakubuwono X tidak kehabisan akal untuk mencuri hati para bupati dengan memberikan hadiah kancing emas dan arloji yang berinisial Pakubuwono X kepada mereka. Dampaknya, semakin menguat kepercayaan bawahannya dan penduduk untuk berjuang melawan penjajah. Pakubuwono X adalah orang Jawa yang pertama kali menempatkan politik lawatan sebagai senjata melawan Belanda. Mider mancanegara bukan sekadar ritual menyapa rakyat dan rekreasi, tetapi juga manifestasi dari eksistensi dirinya dalam meneguhkan kekuasaan Jawa yang harus dipertahankan.



Adipati Mangkunegara I
 .
Dari Mangkunegaran. Sangat dikenal sebagai pejuang yang gagah berani. Adalah RM. Said, yang bergelar Mangkunegara I.  RM. Said berperang sepanjang 16 tahun melawan kekuasaan Mataram dan Belanda. Selama tahun 1741-1742, ia memimpin laskar Tionghoa melawan Belanda. Kemudian bergabung dengan Pangeran Mangkubumi selama sembilan tahun melawan Mataram dan Belanda, 1743-1752. Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755, sebagai hasil rekayasa Belanda berhasil membelah bumi Mataram menjadi dua, Surakarta dan Yogyakarta, merupakan perjanjian yang sangat ditentang oleh RM Said karena bersifat memecah belah rakyat Mataram. Selanjutnya, ia berjuang sendirian memimpin pasukan melawan dua kekuatan, Pakubuwono III dan Hamengkubuwono I (yaitu Pangeran Mangkubumi, paman sekaligus mertua Beliau yang dianggapnya berkhianat dan dirajakan oleh VOC), serta pasukan Kompeni Belanda (VOC), pada tahun 1752-1757. Selama kurun waktu 16 tahun, pasukan Mangkunegara I melakukan pertempuran sebanyak 250 kali. Dalam membina kesatuan bala tentaranya, Said memiliki motto tiji tibèh, yang merupakan kependekan dari mati siji, mati kabèh; mukti siji, mukti kabèh (gugur satu, gugur semua; sejahtera satu, sejahtera semua). Dengan motto ini, rasa kebersamaan pasukannya terjaga. Mangkunegara I tercatat sebagai raja Jawa yang pertama melibatkan wanita di dalam angkatan perang. Selama menjalankan pemerintahannya, ia menerapkan prinsip Tridarma. 


Adipati Mangkunegara VII bersama permaisuri dan putra-putri

Begitu pula Mangkunegara VII. Awalnya, pamannya naik takhta sebagai Mangkunegara VI, dan melarangnya masuk sekolah menengah (HBS). Dia pun kecewa, dan memutuskan keluar keraton. Sebuah keputusan yang tak masuk akal jika menengok kehidupan bangsawan kala itu, yang menginginkan hidup serba enak. Suryo Suparto berkelana mengelilingi pulau Jawa ditemani satu abdi dalem. Di luar, ia berkenalan dengan kesengsaraan, keburukan, kelaparan, kemiskinan, penyakit dan kematian. Tak lupa belajar bahasa Jawa, bahasa Belanda, membaca, dan menulis. Dalam usia 40 tahun, beliau menjadi diangkat menjadi raja dan bergelar Pangeran Adipati Mangkunegara VII. Bermodal sedikitnya uang kas praja dan keahlian memimpin, beliau sukses memajukan kesenian, pendidikan, kesehatan, budaya, dan menyejahterakan ekonomi rakyat. Lantaran semasa mudanya pernah berbaur dengan rakyat miskin, Mangkunegara VII merasa berhutang kepada rakyat. Inilah yang membuatnya selalu menomorsatukan rakyat kecil. Contoh, pedagang oprokan atau barang bekas yang tidak mempunyai tempat, akhirnya dibuatkan Pasar Triwindu. Selanjutnya untuk kebutuhan rekreasi, masyarakat dimanja dengan Taman Balekambang, Taman Tirtonadi dan Minapadi yang tersohor keindahannya itu.

Mangkunegara VII adalah raja yang berpandangan maju. Dia mempelajari apa yang baik dari kebudayaan Barat, namun tetap memiliki sifat orang Jawa. Menjadi raja sebagai pelindung dan ahli dalam musik Jawa, olahragawan, serta raja yang memajukan drama dan arsitektur. Sampai Peter Bolte, wartawan Berliner Local Anzeiner, terkagum dan teringat kepada raja-raja Italia zaman Renaissance bila memandang sosok Mangkunegara VII.

Masihkah Anda berpendapat bahwa raja-raja Surakarta adalah antek Belanda ?


Majalah Life yang memberitakan tentang pertemuan
Presiden Soekarno dan Sunan Pakubuwono XII dalam perjamuan resmi di keraton
  .
Jika buta sejarah dan hanya ikut-ikutan, janganlah bertindak demikian.  Sejarawan yang juga Dosen UGM, Dr Juliyanto Ibrahim menilai dalam sejarah Daerah Istimewa Surakarta (DIS) telah ada sejak dulu. Hanya saja, sejarah banyak ditulis oleh mereka yang menang, termasuk sejarah DIS yang kemudian sengaja ditenggelamkan.
 

Menurut Dr. Juliyanto Ibrahim, Keraton Surakarta menyatakan mengakui NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dengan dikeluarkannya Maklumat Sri Sunan Pakubuwono (PB) XII tertanggal 1 September 1945 yang menyatakan bahwa Negeri Surakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah bagian dari Negara RI dan berdiri di belakang Pemerintah Pusat RI. Hal itu kemudian dikuatkan oleh Pemerintah Pusat dengan memberikan Piagam Kedudukan kepada Sri Susuhunan PB XII yang ditandatangai Presiden Soekarno, 19 Agustus 1945. Jadi tidak hanya Yogyakarta saja yang mengeluarkan maklumat bergabung dengan NKRI, Surakarta juga.


Kedatangan Presiden Soekarno (tiga dari kiri) dan Wapres Muhammad Hatta (empat dari kiri) yang diterima langsung oleh Adipati Mangkunegara VIII
 . .
Namun, setelah itu timbul kekacauan di Surakarta yang dilakukan oleh kelompok oposisi pemerintah. Hal itu kemudian menyebabkan pemerintah menggelar pertemuan pada 22-23 Mei 1946 di Gedung Javasche Bank Surakarta. Pemerintah Pusat itu diwakili Mendagri Sudarsono, Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin, Pakubuwono XII dan Patih, serta Mangkunegara VII. Dalam pertemuan itu Wuryaningrat yang merupakan perwakilan pemerintah mengusulkan tiga hal. Salah satunya, pemerintahan DIS diserahkan ke Pemerintah Pusat. Setelah aman akan dikembalikan. Tetapi sampai sekarang, Surakarta yang sudah aman juga tidak dikembalikan.
 

Selain itu banyak bukti yang membuktikan bahwa Surakarta turut andil dengan menyumbang banyak hal kepada jawatan-jawatan pemerintah. Paling banyak disumbangkan saat itu mobil-mobil Susuhunan kemudian juga gedung-gedung aset Keraton yang kemudian dijadikan kantor pemerintah. Pakubuwono XII sendiri menyerahkan harta pribadinya sejumlah beberapa keping emas untuk disumbangkan kepada negara. Jadi wajar jika kemudian Surakarta menuntut hak keistimewaan itu kepada Pemerintah Pusat.

Pelajarilah sejarah ...


Mangkunegara VIII, Hamengkubuwono IX, Pakualam VIII,
dalam sebuah pertemuan dengan Jepang di Batavia (Jakarta)
 . ..
Pada masa kolonial Belanda, Surakarta merupakan daerah Vorstenlanden atau daerah swapraja, yaitu daerah yang berhak memerintah daerahnya sendiri (zelfbesturende landscappen). Surakarta tidak diatur oleh UU seperti daerah lain tapi diatur tersendiri dengan perjanjian antara Gubernur Jenderal dengan Sri Sunan dengan nama Politiek Contract (Kontrak Politik). Ada 2 macam kontrak politik, yaitu Lang Contract (kontrak panjang) tentang kesetaraan kekuasaan antara Kerajaan asli Indonesia dengan Belanda, dan Korte verklaring (pernyataan pendek) tentang pengakuan atas kekuasaan Belanda. Kasunanan dan Kasultanan diatur dalam Lang Contract sementara Mangkunegaran dan Pakualam diatur dalam korte verklaring.

Kontrak politik mempunyai dasar hukum yang kuat karena dibuat oleh kedua belah pihak dan harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Kerajaan Belanda. Sejak GJ Van Heutz (1851-1924) setiap pergantian raja akan diadakan pembaharuan kontrak. Kontrak yang terakhir untuk Kasunanan Surakarta diatur dalam S 1939/614 dan Praja Mangkunegaran dalam S 1940/543, Kesultanan Yogyakarta S 1941/47 dan Kadipaten  Pakualaman S 1941/577, Kontrak S 1939/614 dan S 1940/543 menyebutkan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Praja Mangkunegaran berpemerintahan asli. Artinya, Kasunanan dan Mangkunegaran berlaku tata cara, adat istiadat asli yang sejak dulu telah berlaku tanpa harus mengadopsi tata cara yang diberlakukan di daerah-daerah lain oleh Belanda. Hal ini berupakan pemantapan daerah istimewa atau berpemerintahan sendiri. 


Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat
  .
Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 yang disusun oleh BPUPKI dan disahkan PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 dinyatakan Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang sifatnya istimewa.
  .
Bahwa berdasarkan rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945 wilayah Republik Indonesia dibagi atas delapan propinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil, dan Sumatera serta dua Daerah Istimewa, Surakarta dan Yogyakarta.

Bahwa, pada tanggal 18 Agustus 1945 Susuhunan Paku Buwono XII dan KGPAA Mangkunegoro VIII menyampaikan kawat dan ucapan selamat atas Kemerdekaan Indonesia diikuti maklumat dukungan berdiri di belakang Republik Indonesia pada tanggal 1 September 1945 yang intinya berisi:

keterangan pers di Jakarta beberapa tahun yang lalu
  1. Negeri Surakarta yang bersifat kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia dan berdiri di belakang Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia.
  2. Hubungan Negeri Surakarta dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung.
Atas dasar maklumat itu, Presiden Soekarno pada 19 Agustus 1945 memberikan piagam kedudukan kepada Susuhunan Paku Buwono XII dan KGPAA Mangkunegoro VIII pada kedudukan sebagai kepala Daerah Istimewa.

REPUBLIK INDONESIA

Kami, PRESIDEN REPUBLIK Indonesia, menetapkan:

Ingkang Sinohoen Kandjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sajidin Panotogomo, Ingkang Kaping XII ing Soerakarta Hadiningrat.


Pada kedoedoekannja dengan kepertjajaan, bahwa Seri Padoeka Kandjeng Soesoehoenan akan mentjurahkan segala pikiran, tenaga, djiwa dan raga oentoek keselamatan daerah Soerakarta sebagai bagian dari pada Repoeblik Indonesia.

Djakarta, 19 Agoestoes 1945

Presiden Repoeblik Indonesia


ttd

Ir. Soekarno


REPUBLIK INDONESIA

Kami, PRESIDEN REPUBLIK Indonesia, menetapkan:

Kandjeng Goesti Pangeran Adipati Arjo Mangkoenagoro, Ingkang Kaping VIII.


Pada kedoedoekannja dengan kepertjajaan, bahwa Seri Padoeka Kandjeng Adipati akan mentjurahkan segala pikiran, tenaga, djiwa dan raga oentoek keselamatan daerah Soerakarta sebagai bagian dari pada Repoeblik Indonesia.

Djakarta, 19 Agoestoes 1945

Presiden Repoeblik Indonesia


ttd

Ir. Soekarno

Bahwa dengan adanya pasal 18 UUD 1945, keputusan PPKI dan piagam kedudukan yang dikeluarkan Presiden RI, Negeri Surakarta Hadiningrat yang pada masa pendudukan Belanda mempunyai status sebagai zelfbesturende landschappen dan berubah nama menjadi Kooti pada masa pendudukan Jepang, statusnya tak berubah yaitu tetap sebagai daerah dengan susunan asli di luar tiga propinsi yang ada di Jawa yakni Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedudukan penguasa Negeri Surakarta yaitu Susuhunan Pakubuwono XII adalah setingkat Gubernur dengan posisi berada langsung di bawah Pemerintah Pusat.


Maklumat Pakubuwono XII
  .
Daerah ini memiliki susunan asli oleh karenanya dianggap sebagai daerah istimewa. Amandemen UUD 1945 tahun 1999 dan 2000 mengatur hak konstitusi daerah istimewa pada pasal 18B yaitu :

1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan UU

2. ….masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional


Maklumat Sri Sunan Pakubuwono XII tertanggal 1 September 1945 menyatakan bahwa Negeri Surakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari negeri Republik Indonesia dan berdiri di belakang pemerintah pusat negara RI. Pada tanggal 6 September 1945 pemerintah Republik Indonesia memberi piagam kedudukan kepada Sri Susuhunan Pakubuwono XII yang merupakan bagian dari wilayah RI. Piagam ini ditandatangani Soekarno dan tertanggal 19 Agustus 1945.


Pengakuan pemerintah atas kedudukan Susuhunan Pakubuwono XII diperkuat dengan pemberian pangkat militer kepada Sunan Paku Bbuwono XII pada tanggal 1 November 1945 dengan pangkat Letnan Jenderal, merupakan bentuk pengakuan perjuangan Sunan Pakubuwono XII dalam membela republik.

Kedudukan Daerah Istimewa Surakarta Secara Hukum


Pakubuwono XII dan Mangkunegara VIII
semasa perjuangan revolusi kemerdekaan
  .
Swapraja adalah pemerintahan asli yang kedudukan hukumnya pertama-tama berdasarkan atas hukum asli pula, tapi kemudian sebagian statusnya tercantum dalam suatu Politik Kontrak. Politik kontrak merupakan perjanjian untuk menentukan batas-batas hak dan kewajiban antara Pemerintah (Pusat) dan swapraja dan dengan adanya politik kontrak, maka daerah pemerintah asli dalam tata negara Hindia Belanda dinamakan dan dan mempunyai status zelfbesturende landschappen. Status tersebut berbeda dengan daerah otonom biasa sehingga penyelesaiannya harus juga berbeda.


Dalam pasal 18 UUD 1945 disebutkan “…daerah-daerah yang bersifat istimewa” atau dalam pasal 18 huruf B hasil amandemen UUD 1945 telah diubah dikatakan “Satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.”

Daerah-daerah yang disebutkan dalam Pasal 18 UUD 1945 (sebelum diamandemen) meliputi landschappen dan Adatgemenschappen. Sedangkan dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945 disebutkan dalam territoir negara Indonesia terdapat kurang lebih 250 zelfbesturende landschappen dan Volksgemmenschappen. Daerah-daerah tersebut mempunyai susunan asli, dan karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.

Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dengan segala peraturan yang mengenai daerah itu akan mengingat hak-hak asal-usul daerah tersebut.
Dengan demikian, berdasarkan UUD 1945, kedudukan swapraja atau Daerah Istimewa tetap dijamin, dengan tidak ada kemungkinan dihapuskan.

Lahirnya Penetapan Pemerintah No 16/SD Tahun 194
  .
R. Panji Suroso
 .
Pada masa awal revolusi terjadi kesalahpahaman antara KNID dengan pemerintah kerajaan yang sudah mendapat pengakuan dari pemerintah. Maka terjadilah double bestuur (pemerintahan ganda). Komitmen pemerintah untuk menjadikan Surakarta menjadi daerah istimewa ditunjukkan dengan diangkatnya R. Panji Suroso tanggal 19 Oktober 1945 sebaigai komisaris tinggi untuk Surakarta yang bersifat istimewa. Suroso membentuk direkturium untuk mengatasi double bestuur di Surakarta dengan diketuai Sunan Pakubuwono XII, wakil Mangkunegara VIII, dan anggota 5 orang KNID. Suroso berharap sebagai daerah istimewa kekuasaan dipegang oleh pihak keraton.


Pada tanggal 27 November 1945 Suroso membentuk Panitia Tata Negara yang bertugas menyusun peraturan tentang Daerah Istimewa Surakarta. Peraturan Daerah Istimewa Surakarta dibicarakan oleh pihak Kasunanan, Mangkunegaran dan 27 organisasi di Surakarta baik laskar rakyat, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi politik (representatif untuk mewakili masyarakat Surakarta).


Wilayah eks Daerah Istimewa Surakarta :
Klaten, Sukoharjo, Sragen, Boyolali, Karanganyar, Wonogiri, dan Surakarta
  .
Bahwa memasuki 1946, Daerah Istimewa Surakarta muncul gejolak politik yang dimotori kelompok kiri. Muncul aksi-aksi sepihak berupa penculikan dan pembunuhan terhadap pejabat-pejabat Daerah Istimewa Surakarta. Ujung dari gerakan itu adalah munculnya Pemberontakan PKI Madiun 1946. Perdana Menteri Syahrir pernah mengalami penculikan saat mengadakan kunjungan kerja ke Surakarta.

Menghadapi situasi tersebut, Pemerintah Daerah Istimewa Surakarta meminta Pemerintah Pusat yang berkedudukan di Yogyakarta mengambil tindakan. Dilakukan serangkaian pembicaraan antara Wakil Pemerintahan Daerah Istimewa Surakarta yang dipimpin KRMH Wuryaningrat dengan Perdana Menteri Syahrir di Gedung Bank Indonesia Surakarta. Beberapa hari sebelum rapat, Perdana Menteri Syahrir dan Woerjaningrat telah membicarakan sebab-sebab timbulnya gerakan pengacau. Dari pembicaraan itu akhirnya dapat diduga gerakan-gerakan yang timbul bukan dari rakyat, melainkan dari golongan-golongan atau perorangan saja dan Daerah Istimewa Surakarta hanya menjadi batu loncatan untuk menentang kekuasaan Pemerintah Pusat Republik Indonesia.


Unjuk rasa meminta pengembalian status DIS
  .
Dugaan itu ternyata benar, terbukti dengan adanya usaha-usaha menghentikan kekuasaan Gubernur Suryo (gubernur Jawa Timur) dan Sutardjo sebagai wakil-wakil Pemerintah Republik Indonesia di Surakarta, penculikan terhadap Perdana Menteri Syahrir dan pemberontakan PKI Muso.

Untuk mengatasi keadaan itu, sebagai wakil pemerintah Daerah Istimewa Surakarta, Woerjaningrat mengusulkan agar jalannya Pemerintahan Daerah Istimewa Surakarta diambil alih pemerintah Pusat dan bila situasinya sudah aman dikembalikan lagi. Sebagai realisasi dari usulan Wuryaningrat yang juga tokoh BPUPKI itu, pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun 1946 tanggal 15 Juli 1946 tentang Pemerintahan di Daerah Istimewa Surakarta dan Yogyakarta.

Bahwa pada pasal kedua Penetapan Pemerintah No. 16/SD tahun 1946 itu dinyatakan :

Sebelum bentuk susunan pemerintahan daerah Kasunanan dan Mangkunegaran ditetapkan dengan Undang-undang, maka daerah tersebut untuk sementara waktu dipandang merupakan Karesidenan, dikepalai oleh seorang Residen yang memimpin segenap pegawai pamong praja dan polisi serta memegang segala kekuasaan sebagai seorang Residen di Jawa dan Madura.


Sedangkan pasal enam dinyatakan :

Pemerintahan di daerah-daerah Surakarta dan Yogyakarta berada langsung di bawah pimpinan Pemerintah Pusat.
 

Membaca Penetapan Pemerintah No. 16/SD tahun 1946 tersebut hanya untuk sementara waktu memandang daerah Surakarta yang bersifat istimewa sebagai Karesidenan sebelum bentuk dan susunannya ditetapkan dengan undang-undang. Dalam hal ini tak ada maksud dan tujuan Pemerintah Pusat untuk menghapuskan daerah Surakarta yang bersifat istimewa. Di samping itu, Daerah Surakarta yang dipandang sebagai Karesidenan masih mempunyai sifat istimewa tercermin dalam kata-kata “Pemerintahan di daerah-daerah Surakarta dan Yogyakarta berada langsung di bawah pimpinan Pemerintah Pusat” dan secara de fakto sifat istimewa tersebut masih terus diakui.


Spanduk Badan Persiapan Pengembalian Status Daerah Istimewa Surakarta
   .
Adapun hambatan-hambatan dalam mengembalikan status Daerah Istimewa Surakarta saat itu antara lain:

1. Keberadaan Tan Malaka di Surakarta menyebabkan Daerah Istimewa Surakarta ditentang oleh kelompok-kelompok kiri pimpinan Tan Malaka.


2. Kelompok Tan Malaka melakukan kekacauan di Surakarta dengan menculik pejabat-pejabat istana. Pemerintah yang menghendaki adanya Daerah Istimewa Surakarta menangkap para penculik dari kesatuan barisan benteng. Penangkapan ini menimbulkan gelombang demonstrasi di Surakarta pada tanggal 28 Mei 1946. Hal ini memaksa pemerintah melepaskan para tahanan.


3. Pada saat terjadi kekacauan di Gedung Javaasche Bank Surakarta pada tanggal 22-23 Mei 1946 diadakan pertemuan antara PM Syahrir, Mendagri Soedarsono, Menpen Amir S, PB XII dan patih, Mangkunegoro VII dan patih, serta beberapa menteri. Pada pertemuan itu Wuryaningrat mengusulkan:


a. untuk meredakan kekacauan sementara waktu pemerintah Daerah Istimewa Surakarta diserahkan pada pusat setelah aman dikembalikan pada yang berhak.


b. Civiele lijst tidak melalui negeri tapi langsung dari Kasunanan dan Mangkunegaran.


4. Pada tanggal 27 Mei 1945 PM Syahrir diculik di Surakarta yang menyebabkan pemerintah mengumumkan kondisi darurat pada tanggal 5 Juni 1945.


5. Pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan presiden no. 16/SD th 1946 tanggal 15 juli 1946 yang berisi:


Sebelum bentuk susunan pemerintahan daerah Kasunanan dan Mangkunegaran ditetapkan UU maka daerah tersebut sementara waktu dipandang merupakan karesidenan. Pemerintah di daerah Surakarta dan Yogyakarta berada langsung di bawah pimpinan pemerintah pusat.


6. Peraturan Presiden no 16/SD tahun 1946 dikeluarkan dalam konteks politik yaitu untuk meredakan kekacauan di Surakarta. Oleh karena itu peraturan ini dipandang sementara oleh pihak kraton Surakarta. Oleh karena itu upaya-upaya untuk membentuk Daerah Istimewa Surakarta selalu diupayakan oleh kraton hingga tahun 1957.



Atas : Keraton Surakarta dan Sunan Pakubuwono XIII beserta GKR Pakubuwono
Bawah : Pura Mangkunegaran dan Adipati Mangkunegara IX beserta GKP Mangkunegara

(2013)

  .

Masyarakat Surakarta mengharapkan:
  .
1. UU no 22 th 1948: Daerah-daerah yang mempunyai hal asal-usul dan di zaman sebelum Republik Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat istimewa dengan undang-undang pembentukan termasuk dalam ayat (3) dapat ditetapkan sebagai daerah istimewa yang setingkat dengan propinsi, kabupaten atau desa yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

2. Pengakuan Wakil Presiden Muhammad Hatta tentang kedudukan Daerah Istimewa Surakarta. Hal ini terlihat pada surat Hatta kepada kementerian pertahanan tanggal 12 September 1949 yang berisi: dalam perundingan KMB tetap diturut sikap dan pendirian semenjak penyerahan piagam pengakuan maka zelfbeesturende landschappen Surakarta dan Mangkunegaran mempunyai kedudukan daerah istimewa menurut UUD RI.

  .
Sifat istimewa dari Daerah Istimewa Surakarta tak mungkin dapat dihapuskan karena ketentuan itu ada dalam pasal 18 UUD 1945
 .
Adanya kesadaran bahwa persatuan dan kesatuan bangsa harus tetap ditegakkan. Juga adanya Piagam kedudukan dari Presiden Republik Indonesia kepada Susuhunan Paku Buwono XII sebagai kepala Daerah Istimewa Surakarta yang diberikan melalui Menteri Negara Mr. Sartono.

Bahwa sampai sekarang janji pemerintah pusat menerbitkan undang-undang untuk Daerah Istimewa Surakarta sebagaimana tercermin dari Penetapan Pemerintah No. 16/SD tahun 1946 sampai sekarang belum direalisasikan. 
 .
Masyarakat yang terhasut ...
  .
Tugu Kebangkitan Nasional
 . .
Sayang sekali, padahal pada logo Kota Surakarta terpampang jelas gambaran sebuah tugu berbentuk lilin, itulah Tugu Lilin, tugu Kebangkitan Nasional yang dibangun dengan penuh perjuangan. Memang, Budi Utomo (1908) merupakan sebuah organisasi pergerakan yang berbasis pada budaya Jawa , para pemimpinnya pun saat itu kebanyakan dari golongan “priayi” kalau bukan dari golongan berpendidikan.
 
.

Berpindahnya kedudukan pengurus pusat BU ke Solo menjadi bukti keaktifan Keraton Surakarta dalam memimpin pergerakan. Beberapa diantaranya Dokter Rajiman Widyodiningrat (nantinya ketua BPUPKI) menjadi ketua periode 1908-1911, Suryosuparto (kemudian menjadi Mangkunegara VII) ketua 1915-1916, serta Pangeran Woerjyaningrat yang menjadi ketua 1916-1921, 1923-1925, dan 1933-1935. Pada tahun 1928, Budi Utomo memutuskan bergabung dengan Permufakatan Perhimpunan- Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), suatu federasi partai-partai politik Indonesia yang terbentuk atas prakarsa PNI Soekarno. Terjadi perubahan pada Budi Utomo saat konggres di Batavia tahun 1931 dimana dibuka keanggotaan untuk “semua orang Indonesia”.
 

Konon, pada akhir bulan April 1933, PPPKI yang mengadakan rapat di Solo bersepakat hendak mendirikan tugu di Solo, guna memperingati 25 tahun kebangkitan nasional (berdirinya Budi Utomo). Organisasi-organisasi yang tergabung dalam PPPKI mengumpulkan iuran, lalu membentuk panitia yang terdiri atas tujuh orang. Panitia itu diberi nama Comite Tugu Kebangsaan, diketuai oleh Mr. Singgih, sementara ketua Budi Utomo saat itu adalah Pangeran Woerjaningrat dari Keraton Surakarta. Pangeran Woerjaningrat diserahi tugas membangun monumen sejarah pergerakan tersebut.
  .


Anggota BPUPKI - Tampak KRMTH. Wuryaningrat pada pojok kiri atas
   ..
Rencana pendirian tugu tersebut hendak dirahasiakan dari Belanda. Rencananya peletakan batu pertama tugu tersebut akan dilaksanakan pada bulan Desember 1933 di kota Solo bertepatan dengan konggres PPPKI, namun ternyata residen Belanda, M.J.J. Treur mengetahui hal itu dan tidak menyetujuinya. Pada mulanya tugu tersebut akan dibangun di daerah Purwosari, Solo, namun tidak diizinkan. Kemudian letaknya dipindah ke Panggung Jebres karena dekat dengan jalan masuk ke Surakarta dari timur, tetapi hal tersebut juga ditolak Belanda. Lalu ijin lokasi di Ngapeman tengah kota Surakarta juga tidak dimungkinkan karena juga ditolak Belanda.  

Pangeran Woerjaningrat, yang juga Ketua Neutraal Onderwijs atau sekarang lebih dikenal sebagai Yayasan Perguruan Murni di Solo, mempunyai gagasan membangun monumen di tanahmilik yayasan yang diketuainya di daerah Penumping, Solo. Dia pun meminta restu pendirian tugu tersebut kepada Sunan Pakubuwono X, Susuhunan Keraton Surakarta karena tanah yang dipergunakan berada di bawah kekuasaan Pakubuwono X. Pakubuwono X yang mengetahui maksud dibalik pendirian tugu tersebut merestui pendirian tugu tersebut. Berita ini akhirnya terdengar oleh Geburnur Jenderal Hindia Belanda di Batavia. Maka Pakubuwono X pun diundang oleh Guberneur Jenderal B.C. de Jonge ke Batavia untuk menghentikan pendirian tugu itu, dengan maksud memadamkan semangat pergerakan di kalangan pribumi. Akan tetapi, Pakubuwono X tidak menanggapi hal itu dan tetap mendukung pendirian tugu tersebut di Penumping, Solo. 

Rencana pembangunan monumen pun dilanjutkan. Ada tiga rancang bangun pada waktu itu. Akhirnya desain Ir. Soetedjo yang terpilih, karena isi dan maksud dalam desain tersebut sesuai dengan cita-cita dan cocok dengan realitas saat itu. Pelaksanaan pembangunan monumen dipercayakan pada RM Sosrosaputro. Ternyata, perjuangan pendirian tugu tersebut tidak hanya sampai di situ saja. Belanda masih saja berusaha menghalang-halangi penyelesaian monumen bersejarah tersebut. Residen Belanda, Teur, mengetahui hal itu dan berusaha menghalanginya.



dr. Soetomo
 .
Terpaksa Pangeran Woerjaningrat sebagai ketua Budi Utomo saat itu menyampaikan permintaan izin resmi kepada residen, bahwa tugu itu akan diresmikan dalam kongres yang akan diadakan tanggal 24-26 Desember 1934 di Solo, dengan prasasti: “Toegoe peringatan pergerakan Kebangsaan 1908- 1933″. Hasilnya ? DITOLAK ! Tampaknya, kata “PERGERAKAN” merupakan momok bagi Belanda, ketakutan akan munculnya semangat kemerdekaan rakyat. Belanda memaksa agar kata “peringatan pergerakan kebangsaan 1908-1933″ dihilangkan dan diganti dengan “peringatan Budi Utomo”.

Maka, tercapailah kesepakatan bunyi prasasti tugu tersebut sementara tugunya sendiri, yang berbentuk lilin dengan api menyala di bagian atas, masih tetap bisa dipertahankan. Atas pendirian tugu itu, dr. Soetomo berucap ”Van Solo begin de vyctory !” yang artinya “Dari Solo kemenangan dimulai !”. Peresmian tugu tersebut sebagai tugu Kebangkitan Nasional baru dilaksanakan tahun 1948, di saat Indonesia sudah merdeka namun masih banyak konflik internal antar golongan waktu itu.

Pangeran Woerjaningrat sering berkeliling Nusantara dan tanah dari berbagai pulau di Nusantara dia kumpulkan untuk diletakkan sebagai dasar tugu tersebut. Hal ini menegaskan maksud dari tugu Lilin sebagai lambang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia bahkan sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia.  

Terletak di persimpangan Jalan dr. Wahidin dan Jalan Kebangkitan Nasional, Penumping, tugu ini setiap hari dilewati masyarakat Solo yang hilir mudik. Sayang, di antara ribuan orang yang melewatinya setiap hari, hanya sedikit yang paham bahwa tugu yang seharusnya menjadi kebanggan warga Solo tersebut ternyata merupakan tugu lambang perjuangan pergerakan Indonesia.

Perjuangan yang sekarang ...



Sunan Pakubuwono XIII
 .
Mengapa ada yang terkesan alergi pada upaya pengembalian Provinsi DIS ? Menjawab pertanyaan itu, Maryanto S.H. selaku Direktur Pusat Studi dan Advokasi Daerah Istimewa (PSADI) di Yogyakarta menyatakan jika ada yang berpendapat seperti itu maka Solo akan lebih banyak dikenal negatif. Padahal, banyak sisi positif yang perlu dikembangkan, termasuk  upaya mengembalikan status keistimewaan Surakarta, yang secara konstitusional masih menjadi menjadi hak seluruh warga eks Karesidenan Surakarta. 

Jadi, apabila ada warga Surakarta yang menyatakan tidak meminta kembalinya Provinsi DIS, itu berarti membiarkan pemerintah melakukan pelanggaran konstitusi. Sebab, pemerintah tidak menjalankan amanat UUD 45 pasal 18b ayat 1 yang dikuatkan dengan Piagam Kedudukan Presiden Soekarno, yang menegaskan bahwa posisi Surakarta tetap pada kedudukannya sebagai daerah istimewa. Di sisi lain, UU No 10/1950 tentang pembentukan Provinsi Jawa Tengah yang berjalan selama ini, jelas bertentangan dengan konstitusi, yang pertama karena undang- undang tersebut adalah produk pemerintahan Republik Indonesia Serikat yang waktu itu mengunakan UUD Sementara.

  .
Sunan Pakubuwono XIII dan Patih Tedjowulan dalam sebuah kesempatan
Sunan Pakubuwono XII bersama Walikota Joko Widodo dan Patih Tedjowulan
setelah acara pengukuhan rekonsiliasi
  .
Provinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS) diperkirakan akan mampu mengalahkan Provinsi Jateng. Sebab jika DIS terealisasi, sejumlah daerah penyangga di sekitar Solo akan mengeluarkan potensi terpendamnya sehingga terjadi percepatan akselerasi dalam pertumbuhan di bidang ekonomi dan sosial. 
 .
Menurut Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Keraton Surakarta ada dua kemungkinan pemekaran. Yang pertama adalah mengembalikan status DIS dan yang kedua adalah mengusulkan status yang baru. Keuntungannya kalau pengembalian DIS itu lebih gampang karena sudah ada tinggal dihidupkan lagi. Ini berbeda dengan pengusulan provinsi baru yang prosesnya panjang. Misal  arus diusulkan di legislatif dan didukung minimal dua fraksi. Ia mengatakan di Indonesia setidaknya ada 25 daerah yang bersifat istimewa yang masih memiliki struktur pemerintahan yang asli. Dan masyarakat tidak perlu takut kehilangan sistem demokrasinya, karena berbeda dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), gubernur DIS nantinya kemungkinan bakan dipilih secara langsung oleh rakyat, serta Susuhunan dan Mangkunegara hanya menjabat sebagai kepala daerah seremonial.
  .
Adipati Mangkunegara IX (pojok kiri) bersama permaisuri
dan raja-raja Nusantara lainnya
Adipati Mangkunegara IX (beskap putih)
bersalaman dengan Sukamdani Sahid dan istri
  .
Terkait masalah internal Keraton Surakarta, masyarakat sangat berharap bahwa upaya rekonsiliasi yang sudah ditandatangani pada Mei 2012 dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya. Masyarakat sangat mendukung dwi tunggal Susuhunan Pakubuwono XIII dan Pepatih Dalem KGHPA Tedjowulan untuk menyatukan seluruh keluarga keraton dan masyarakat yang berseteru setelah hampir 8 tahun. Para bangsawan yang menolak rekonsiliasi dan membangkang, sudah seharusnya diberi peringatan, pendekatan, penjelasan akan kesadaran pentingnya persatuan dan kesatuan, dan tak mementingkan ego masing-masing. Ketegasan Susuhunan sangat dibutuhkan untuk memberantas kelompok-kelompok tertentu dalam keraton yang akan mencoba mengacaukan upaya jalannya rekonsiliasi.

Untuk itu, masyarakat Surakarta dan sekitarnya sudah wajib dan selayaknya sadar, bahwa rumor bahwa Kasunanan dan Mangkunegaran adalah sekutu dekat Belanda adalah berita yang salah besar. Sejarah terkadang membohongi kita. Untuk itu, diperlukan adanya koreksi dan transparansi agar sejarah tidak membutakan peradaban masyarakat. Karena sebagaimana yang diketahui, seluruh wilayah Catur Sagatra (Dinasti Mataram : Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman) adalah wilayah yang kawula dan rajanya adalah para pejuang hebat yang anti penjajah.


Bismillahirrahmaannirrahiim ...
 .
DAHULU SURAKARTA BUKAN KERAJAAN ANTEK PENJAJAH BELANDA !
SOLO BUKAN KOTA TERORIS !

Catatan ini merupakan rangkuman dari sekian banyak tesis dan cuplikan berita dari berbagai situs yang dibuat / ditulis oleh para pakar dan sumber yang kredibel dan terpercaya. 


Sumber :
  • http://bppsdis.wordpress.com/2010/01/18/keberadaan-daerah-istimewa-surakarta-kajian-historis/
  • http://bppsdis.wordpress.com/2010/01/18/mengembalikan-daerah-istimewa-surakarta/
  • http://www.kerajaannusantara.com/id/surakarta-hadiningrat/aktivitas-sosial/
  • http://www.facebook.com/pages/Dukung-Pengembalian-Provinsi-Daerah-Istimewa-Surakarta-DIS/149684075112194
  • http://wilwatiktamuseum.wordpress.com/type/gallery/page/6/
  • http://news.detik.com/read/2010/12/15/094935/1525042/10/
  • http://kabutinstitut.blogspot.com/2009/07/politik-perlawatan-paku-buwono-x.html 
  • http://kabutinstitut.blogspot.com/2009/07/mangkunegara-vii-raja-jawa-yang-modern.html
  • http://id.wikipedia.org


Demikianlah Artikel Sejarah Daerah Istimewa Surakarta

Sekianlah artikel Sejarah Daerah Istimewa Surakarta kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Sejarah Daerah Istimewa Surakarta dengan alamat link https://vandermormir.blogspot.com/2013/09/sejarah-daerah-istimewa-surakarta.html

0 Response to "Sejarah Daerah Istimewa Surakarta"

Post a Comment